IRA BISA

Jumat, 27 Mei 2016

Hakikat pembelajaran bahasa indonesia



 
HAKEKAT PEMBELAJARAN BAHASA
RESUME

Sebagai Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan Dosen Pengampu Dra. Suhartiningsih, M.Pd


Oleh
Kelompok 2 :
                   Siti Humaira                           (150210204010)
                   Nurliana Mawaddah             (150210204015)
                   Tika Triyana                          (150210204030)
                  
Kelas B



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
A.     Konsep Belajar
Belajar adalah sebuah proses penambahan bagian demi bagian informasi baru terhadap apa yang telah mereka ketahui dan kuasai sebelumnya. Pengetahuan dibangun siswa melalui keterlibatan mereka secara aktif dalam belajar atau apa yang anda kenal dengan istilah John Dewey “belajar sambil berbuat (learning by doing)” contohnya siswa belajar menyimak melalui kegiatan menyimak, belajar berbicara melalui kegiatan berbicara, belajar membaca melalui kegiatan membaca, belajar menulis melalui kegiatan menulis, dan siswa belajar sastra melalui kegiatan bersastra. Ukuran utama keberhasilan pembelajran terletak pada seberapa jauh guru dapat melibatkan siswa secara aktif dalam belajar.  (Tyler, 1949; Reece dan Walker, 1997; Kemp, 1985 serta Glover dan Law, 2002)
Siswa belajar dengan menggunakan tiga cara, yaitu melalui pengalaman (dengan kegiatan langsung atau tidak langsung), pengamatan (melihat contoh atau model), dan bahasa. Pengalaman belajar siswa itu terjadi melalui interaksi yang bermakna antara siswa dengan siswa, guru, bahan pelajaran, dan lingkungan belajarnya. Dan tugas guru dalam pembejaran adalah melakukan berbagai upaya agar siswa termotivasi dan terlibat secara aktif dalam belajar.
Ada beberapa implikasi guru dalam pembelajaran, yaitu :
1.         Karena siswa belajar berdasarkan apa yang telah dipahami atau dikuasai sebelumnya, maka guru hendaknya mengupayakan agar pembelajaran bertolak dari apa yang telah diketahui siswa. Guru harus pandai-pandai memilih substansi yang akan dipelajari siswa sehingga tidak perlu mudah atau terlalu sukar. Caranya, dapat melalui pre-test, apresiasi atau pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru kepada siswa di awal pembelajaran.
2.         Karena belajar dilakukan secara aktif oleh siswa melalui kegiatan atau pengalaman belajar yang dilaluinya, maka siswalah yang menjadi pusat pembelajaran. Guru perlu melakukan kegiatan seperti memilih, merancang, dan mengorganisasikan kegiatan atau pengalaman belajar yang menarik dan bermakna. Menarik, artinya kegiatan belajar itu dapat dilakukan dan menantang sehingga siswa tidak merasa berbebani. Bermakna, artinya kegiatan belajar itu sesuai dengan kebutuhan anak dan tujuan pembelajaran.
3.         Dalam belajar, perlu berinteraksi dengan yang lain serta dukungan guru dan temannya maka guru perlu merancang kegiatan belajar bukan hanya dalam bentuk klasikal atau individual, tetapi juga dalam bentuk kelompok.
Dari ketiga uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku siswa melalui latihan dan penglaman yang dilakukannya secara aktif. Hasil belajar berupa pengetahuan, sikap atau keterampilan yang dibangun siswa berdasarkan apa yang telah dipahami dan dikuasainya. Dalam pembelajaran, tugas guru adalah menjadikan siswa belajar melalui penciptaan strategi dan lingkungan belajar yang menarik dan bermakna.
B.       BELAJAR BAHASA
Anak-anak belajar dan menguasai bahasa tanpa disadari, tanpa beban dan tanpa diajari secara khusus. Mereka belajar bahasa melalui pola berikut :
1.      Semua Komponen, Sistem, dan Keterampilan Bahasa Dipelajari secara Terpadu
Ketika anak belajar berbicara, dia sekaligus belajar menyimak. Pada saat itu pula, tanpa disadari, mereka mempelajari dan menguasai komponen dan aturan bahasa, seperti bunyi bahasa sistem fonologinya, satuan bahasa (seperti frase, kalimat, wacana, intonasi)dan sistem gramatika, kosa kata, dan sistem penggunaannya, serta pragmatik yang memungkinkan mereka dapat memilih dan menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan fungsi dan tujuan berbahasa.
2.      Belajar Bahasa Dilakukan secara Alami dan Langsung dalam Konteks yang Otentik
Anak-anak belajar bahasa tanpa terlebih dahulu belajar teori bahasa, melainkan melalui pengalaman langsung dalam kegiatan berbahasa atau (immersion). Mereka memahaminya berdasarkan simpulan sendiri yang secara tidak sadar dilakukannya berdasarkan pengalaman bahasa yang dilaluinya. Mereka belajar bahasa secara langsung dalam kegiatan berbahasa dan interaksi dengan keluarga, pengasuh, teman bermain, dan lingkungannya dalam konteks nyata, alamiah, dan tidak dibuat-buat (otentik). Oleh karena itu, keadaan komunitas yang mengitari anak, akan mempengaruhi pola corak berbahasa yang dikuasai dan dihasilkan anak.
3.      Belajar Bahasa Dilakukan secara Bertahap, Sesuai dengan Kebutuhannya
Anak belajar bahasa secara bertahap. Tahapan itu terjadi seiring dengan kebutuhan anak dalam berkomunikasi serta pertumbuhan fisik, intelektual, dan sosial mereka. Jika bahasa yang mereka terima tidak sesuai dengan kebutuhan mereka atau terlalu sulit maka mereka akan mengabaikannya. Anda pasti setuju bahwa anak akan menguasai kata (a) baru kata lainnya
4.      Belajar Bahasa Dilakukan melalui Strategi Uji Coba (Trial - Error)
Mencontoh adalah salah satu cara yang dilakukan anak dalam belajar bahasa. Anak meniru atau mencontoh perilaku berbahasa yang disediakan lingkungannya secara kreatif. Ia mengolah dan menarapkannya secara langsung dalam berbahasa melalui strategi uji – coba. Kalau ternyata bahasa yang dia lakukan mendapat respon yang baik maka ia akan melanjutkannya dengan kreasi-kreasi berbahasa lainnya. Oleh karena itu, kesalahan dalam belajar bahasa harus disikapi secara wajar, sebagai bagian penting dari belajar bahasa itu sendiri.
Mengapa anak belajar bahasa? Anak belajar bahasa karena diperlukan untuk keberlangsungan hidupnya ia ingin apa yang disampaikan dapat dipahami orang lain. Anak juga belajar bahasa karena ia perlu memahami apa yang disampaikan orang lain. Ia ingin mengerti apa yang dimaksud oleh ibu atau saudara-saudaranya ketika berinteraksi dengannya.
Dengan kata lain, anak belajar bahasa karena ia berkeinginan untuk dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan tentang diri dan dunianya, sekaligus juga untuk dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Ia belajar bahasa bukan demi bahasa itu sendiri, melainkan karena fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, yang memiliki peran personal dan sosial.
C.       PEMBELAJARAN BAHASA
Menurut Halliday (1979, dalam Goodman, dkk., 1987) menyatakan ada tiga tipe belajar yang melibatkan bahasa, yaitu :
1.      Belajar Bahasa
Seseorang mempelajari suatu bahasa dengan fokus pada penguasaan kemampuan bahasa atau kemampuan berkomunikasi melalui bahasa yang digunakan. Kemampuan ini melibatkan dua hal, yaitu :
a.       Kemampuan untuk menyampaikan pesan, baik secara lisan (melalui bicara) maupun tertulis (melalui menulis)
b.      Kemampuan memahami, menafsirkan, dan menerima pesan, baik yang disampaikan secara lisan ( melalui kegiatan menyimak) maupun tertulis (melalui kegiatan membaca)
Kedua kemampuan tersebut melibatkan penguasaan kaidah bahasa serta pragmatik yang merupakan kesanggupan pengguna bahasa untuk menggunakan bahasa dalam berbagai situasi yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan konteks berbahasa itu sendiri.
2.      Belajar Melalui Bahasa
Seseorang menggunakan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, sikap, keterampilan. Dalam konteks ini bahasa berfungsi sebagai alat untuk mempelajari sesuatu, seperti Matematika, IPA, Sejarah, dan Kewarganegaraan.
3.      Belajar Tentang Bahasa
Belajar Bahasa Indonesia untuk siswa SD pada dasarnya bertujuan untuk mengasah dan membekali mereka dengan kemampuan berkomunikasi atau kemampuan menerapkan bahasa Indonesia dengan tepat untuk berbagai tujuan dan dalam konteks yang berbeda. Pembelajaran Bahasa Indonesia berfokus pada penguasaan berbahasa yang dibagi pada beberapa tipe, yaitu :
a.       Tipe 1 adalah Belajar bahasa untuk dapat diterapkan bagi berbagai keperluan dalam bermacam situasi, seperti belajar, berpikir, berekspresi, bersosialisasi atau bergaul, dan berapresiasi.
b.      Tipe 2 adalah belajar melalui bahasa agar siswa dapat berkomunikasi dengan baik maka siswa perlu menguasai kaidah bahasa dengan baik pula
c.       Tipe 3 adalah belajar tentang bahasa, dalam konteks ini penguasaan kaidah bahasa bukan tujuan, melainkan hanyalah sebagai alat agar kemampuan berbahasanya dapat berkembang dengan baik.
Dengan demikian, ketika tipe belajar tersebut saling terkait. Ketiganya terjadi secara bersamaan dalam belajar bahasa. Oleh karena itu, mengapa pembelajaran bahasa dilakukan secara terpadu, baik antaraspek dalam bahasa itu sendiri maupun antar mata pelajaran lainnya. Kemampuan bahasa dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu :
1.      Kemampuan Menyimak atau Mendengarkan
Kemampuan menyimak atau mendengarkan adalah kemampuan menafsirkan dan memahami pesan yang disampaikan secara lisan oleh orang lain. Menyimak ada bermacam-macam, bukan hanya mendengarkan percakapan, tetapi juga berita, ceramah, cerita, penjelasan, dan sebagainya. Tujuan mendengarkan simakan juga berbeda-beda, yaitu : untuk berkomunikasi, belajar, hiburan, merangkum, mengolah, mengkritisi, dan merespons informasi. Dengan adanya tujuan menyimak yang berbeda-beda, tentu saja menuntut strategi menyimak yang berlainan pula.
2.      Kemampuan Berbicara
Kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Pesan ini merupakan pikiran, perasaan, sikap, tanggapan, penilaian, dan sebagainya. Jika sekedar berbicara dengan teman atau keluarga mungkin tidak sulit. Tetapi, jika berbicara secara sistematis dengan sikap yang sesuai dengn bahasa Indonesia yang tepat dalam berbagai situasi tentu tidak mudah. Berbicara juga ada macamnya, yaitu : berinteraksi dengan sesama, berdiskusi dan debat, berpidato, menjelaskan, bertanya, menceritakan, melaporkan, dan menghibur. Tujuan berbicara yang berbeda, tentu saja akan menuntut strategi berbicara yang tidak sama.
3.      Kemampuan Membaca
Kemampuan membaca adalah kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara tertulis oleh pihak lain. Kemampuan ini tidak hanya berkaitan dengan pemahaman simbol-simbol tertulis, tetapi juga memahami pesan atau makna yang  disampaikan oleh penulis.
4.      Kemampuan Menulis
Kemampuan menulis adalah kemampuan menyampaikan pesan kepada pihak lain secara tertulis. Kemampuan ini bukan hanya berkaitan dengan kemahiran siswa menyusun dan menuliskan simbol-simbol tertulis, tetapi juga mengungkapkan pikiran, pendapat, sikap, dan perasaannya secara jelas dan sistematis sehingga dapat dipahami oleh orang yang menerimanya, seperti yang dia maksudkan.

Umumnya orang beranggapan bahwa keempat kemampuan berbahasa itu berkembang secara berurutan, dari kemampuan menyimak, berbicara, membaca, baru menulis. Anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Mungkin kemampuan menyimak anak berkembang lebih awal, tetapi kemampuan itu segera diikuti oleh kemampuan berbicara. Sementara itu, banyak peneliti bahwa umumnya kemampuan menulis anak berkembang lebih awal.
Pemilahan keempat kemampuan berbahasa itu menyiratkan bahwa masing-masing keterampilan itu terkesan berdiri sendiri. Sebenarnya, tidak. Kenyataan menunjukkan bahwa suatu aktivitas berbahasa melibatkan lebih dari satu jenis kegiatan berbahasa. Contohnya, ketika anak berbicara dengan temannya maka sebetulnya ia pun menyimak respons lawan bicaranya. Bahkan dalam pembelajaran berbahasa itu dapat dilakukan secara bersamaan. Contoh, belajar cerita dapat dilakukan sebagai berikut.


Menyimak
-          Mendengarkan guru menbacakan cerita
-          Mendengarkan cerita dari radio, video, atau TV
-          Menyimak rekan sekelas menceritakan kembali cerita yang didengarnya
-          Menyimak rekan sekelas mengenai cerita yang ditulisnya dalam kerja kelompok


                     Berbicara
       -            Menceritakan kembali cerita yang dikenal siswa
       -            Mendiskusikan unsur-unsur cerita
       -            Menyampaikan tanggapan atas cerita yang didengar/ dibacanya
       -            Melakukan dramatisasi cerita melalui boneka atau aksi teatrikal
       -            Mendiskusikan draft cerita yang dibuat dalam kelompok
 

                       Membaca
      -            Membaca cerita
      -            Membaca cerita bersama-sama
      -            Menafsirkan cerita
      -            Membaca cerita yang telah disusun siswa dalam kelompok


                      Menulis
      -            Menuliskan kembali cerita ynag menjadi favorit
      -            Menulis tanggapan terhadap cerita
      -            Menyadur cerita
      -            Menyusun cerita dalam kelompok
      -            Menyusun pertanyaan tentang hal-hal menarik dalam cerita

                      Dari penelitiannya, Walter Loban (1976, dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995)       menyimpulkan adanya hubungan antar keterampilan berbahsa siswa dan keterampilan berbahasa dengan belajar.Pertama, siswa dengan kemampuan berbahsa lisan (menyimak dan berbicara) yang kurang efektif cenderung kurang efektif pula kemampuan berbahasa lisannya (membaca dan menulis). Kedua, terdapat hubungan yang kuat antara kemampuan berbahasa siswa dengan kemampuan akademik yang diperolehnya.
                             Dengan demikian, paradigma atau cara pembelajaran bahasa di sekolah dasar adalah sebagai berikut :
1.         Imersi, yaitu pembelajarn bahasa yang dilakukan dengan ‘menerjunkan’ siswa langsung dalam kegiatan berbahasa yang dipelajarinya.
Contoh, ketika siswa belajar mengarang, terjunkanlah langsung dalam kegiatan mengarang. Berikan ia pengalaman bagaimana, seperti apa mengarang itu dan menulis sebuah karangan dengan topik tertentu. Jika kesulitan, berikan ia model atau contoh karangan yang sesuai.
2.      Pengerjaan (employment), yaitu pembelajaran bahasa yang dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan berbahasa yang bermakna, fungsional, dan otentik. Bermakna artinya kegiatan berbahasa yang dilakukan siswa dapat menghasilkan wawasan, sikap, atau keterampilan baru yang secara bertahap dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Fungsional artinya ativitas berbahasa yang dilakukan siswa memiliki tujuan yang jelas dalam berkomunikasi. Otentik, artinya aktivitas berbahasa siswa terjadi dalam konteks yang jelas, yang memang lazim digunakan dalam kenyataan berbahasa di luar kelas.
3.      Demonstrasi, yaitu siswa belajar bahasa melalui demonstrasi dengan pemodelan dan dukungan yang disediakan guru. Contohnya, ketika siswa belajar membacakan berita, akan lebih efektif apabila mereka diberikan model ‘pembacaan berita’ dengan mendengarkan radio, melihat TV atau melihat contoh yang ditampilkan oleh guru. Dari model itu siswa akan menginspirasi atau mencontoh secara kreatif apa dan bagaimana membaca berita itu.
4.      Tanggung jawab (responsibility), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih aktivitas berbahasa yang akan dilakukannya. Upaya ini akan bermanfaat bagi siswa untuk :
1.      Menyalurkan bakat dan keinginannya dalam belajar bahasa, dan
2.      Menjadikan siswa lebih percaya diri dan bertanggung jawab atas tugas atau kegiatan yang dipilih dan dilakukannya.contohnya, jika siswa mendapatkan tugas membaca suatu karya sastra cerpen misalnya, mereka diberikan kesempatan untuk memilih salah satu karya sastra yang dibacanya.
5.      Uji-coba (Trial-error),  yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan dari perspektif atau sudut pandang siswa. Oleh karena itu, siswa akan lebih percaya diri dalam belajar apabila ia mengerti bahwa gurunya tidak hanya menekankan pada ketepatan , tetapi memberinya kesempatan untuk memperbaiki atau menyempurnakan hasil kerjanya melalui uji-coba yang dilakukan siswa.
6.      Pengharapan (expectation),  artinya siswa akan berupaya untuk sukses atau berhasil dalam belajar jika dia merasa bahwa gurunya mengharapkan dia sukses. Sikap pembelajaran ini akan ditunjukkan guru melalui perilakunya yang mau memperhatikan, mengerti, dan membantu kesulitan siswanya.  
Berdasarkan paradigma pembelajaran bahasa tersebut, guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran bahasa Indonesia. Apa pun stratergi yang digunakan tidak menjadi masalah selama sesuai dengan tujuan pebelajaraan, karakterisrik belajar dan belajar bahasa, serta paradigma pembelajaran bahasa.



0 komentar:

Posting Komentar