HAKEKAT PEMBELAJARAN
BAHASA
RESUME
Sebagai Pemenuhan Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan Dosen Pengampu Dra.
Suhartiningsih, M.Pd
Oleh
Kelompok 2 :
Siti Humaira (150210204010)
Nurliana Mawaddah (150210204015)
Tika Triyana (150210204030)
Kelas B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
A.
Konsep
Belajar
Belajar adalah
sebuah proses penambahan bagian demi bagian informasi baru terhadap apa yang
telah mereka ketahui dan kuasai sebelumnya. Pengetahuan dibangun siswa melalui
keterlibatan mereka secara aktif dalam belajar atau apa yang anda kenal dengan
istilah John Dewey “belajar sambil berbuat (learning by doing)” contohnya siswa
belajar menyimak melalui kegiatan menyimak, belajar berbicara melalui kegiatan
berbicara, belajar membaca melalui kegiatan membaca, belajar menulis melalui
kegiatan menulis, dan siswa belajar sastra melalui kegiatan bersastra. Ukuran
utama keberhasilan pembelajran terletak pada seberapa jauh guru dapat
melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. (Tyler, 1949; Reece dan Walker, 1997; Kemp,
1985 serta Glover dan Law, 2002)
Siswa belajar
dengan menggunakan tiga cara, yaitu melalui pengalaman (dengan kegiatan
langsung atau tidak langsung), pengamatan (melihat contoh atau model), dan
bahasa. Pengalaman belajar siswa itu terjadi melalui interaksi yang bermakna
antara siswa dengan siswa, guru, bahan pelajaran, dan lingkungan belajarnya.
Dan tugas guru dalam pembejaran adalah melakukan berbagai upaya agar siswa
termotivasi dan terlibat secara aktif dalam belajar.
Ada beberapa
implikasi guru dalam pembelajaran, yaitu :
1.
Karena
siswa belajar berdasarkan apa yang telah dipahami atau dikuasai sebelumnya,
maka guru hendaknya mengupayakan agar pembelajaran bertolak dari apa yang telah
diketahui siswa. Guru harus pandai-pandai memilih substansi yang akan
dipelajari siswa sehingga tidak perlu mudah atau terlalu sukar. Caranya, dapat
melalui pre-test, apresiasi atau pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru
kepada siswa di awal pembelajaran.
2.
Karena
belajar dilakukan secara aktif oleh siswa melalui kegiatan atau pengalaman
belajar yang dilaluinya, maka siswalah yang menjadi pusat pembelajaran. Guru
perlu melakukan kegiatan seperti memilih, merancang, dan mengorganisasikan
kegiatan atau pengalaman belajar yang menarik dan bermakna. Menarik, artinya kegiatan belajar itu
dapat dilakukan dan menantang sehingga siswa tidak merasa berbebani. Bermakna, artinya kegiatan belajar itu
sesuai dengan kebutuhan anak dan tujuan pembelajaran.
3.
Dalam
belajar, perlu berinteraksi dengan yang lain serta dukungan guru dan temannya
maka guru perlu merancang kegiatan belajar bukan hanya dalam bentuk klasikal
atau individual, tetapi juga dalam bentuk kelompok.
Dari ketiga
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku
siswa melalui latihan dan penglaman yang dilakukannya secara aktif. Hasil
belajar berupa pengetahuan, sikap atau keterampilan yang dibangun siswa
berdasarkan apa yang telah dipahami dan dikuasainya. Dalam pembelajaran, tugas
guru adalah menjadikan siswa belajar melalui penciptaan strategi dan lingkungan
belajar yang menarik dan bermakna.
B. BELAJAR
BAHASA
Anak-anak belajar dan menguasai bahasa tanpa
disadari, tanpa beban dan tanpa diajari secara khusus. Mereka belajar bahasa
melalui pola berikut :
1. Semua
Komponen, Sistem, dan Keterampilan Bahasa Dipelajari secara Terpadu
Ketika anak
belajar berbicara, dia sekaligus belajar menyimak. Pada saat itu pula, tanpa
disadari, mereka mempelajari dan menguasai komponen dan aturan bahasa, seperti
bunyi bahasa sistem fonologinya, satuan bahasa (seperti frase, kalimat, wacana,
intonasi)dan sistem gramatika, kosa kata, dan sistem penggunaannya, serta
pragmatik yang memungkinkan mereka dapat memilih dan menggunakan ragam bahasa
yang sesuai dengan fungsi dan tujuan berbahasa.
2. Belajar
Bahasa Dilakukan secara Alami dan Langsung dalam Konteks yang Otentik
Anak-anak belajar bahasa tanpa terlebih dahulu
belajar teori bahasa, melainkan melalui pengalaman langsung dalam kegiatan
berbahasa atau (immersion). Mereka
memahaminya berdasarkan simpulan sendiri yang secara tidak sadar dilakukannya berdasarkan
pengalaman bahasa yang dilaluinya. Mereka belajar bahasa secara langsung dalam
kegiatan berbahasa dan interaksi dengan keluarga, pengasuh, teman bermain, dan
lingkungannya dalam konteks nyata, alamiah, dan tidak dibuat-buat (otentik).
Oleh karena itu, keadaan komunitas yang mengitari anak, akan mempengaruhi pola
corak berbahasa yang dikuasai dan dihasilkan anak.
3. Belajar
Bahasa Dilakukan secara Bertahap, Sesuai dengan Kebutuhannya
Anak belajar bahasa secara bertahap. Tahapan itu
terjadi seiring dengan kebutuhan anak dalam berkomunikasi serta pertumbuhan
fisik, intelektual, dan sosial mereka. Jika bahasa yang mereka terima tidak
sesuai dengan kebutuhan mereka atau terlalu sulit maka mereka akan
mengabaikannya. Anda pasti setuju bahwa anak akan menguasai kata (a) baru kata
lainnya
4. Belajar
Bahasa Dilakukan melalui Strategi Uji Coba (Trial - Error)
Mencontoh adalah salah satu cara yang dilakukan anak
dalam belajar bahasa. Anak meniru atau mencontoh perilaku berbahasa yang
disediakan lingkungannya secara kreatif. Ia mengolah dan menarapkannya secara
langsung dalam berbahasa melalui strategi uji – coba. Kalau ternyata bahasa
yang dia lakukan mendapat respon yang baik maka ia akan melanjutkannya dengan
kreasi-kreasi berbahasa lainnya. Oleh karena itu, kesalahan dalam belajar
bahasa harus disikapi secara wajar, sebagai bagian penting dari belajar bahasa
itu sendiri.
Mengapa anak belajar bahasa? Anak belajar bahasa
karena diperlukan untuk keberlangsungan hidupnya ia ingin apa yang disampaikan
dapat dipahami orang lain. Anak juga belajar bahasa karena ia perlu memahami
apa yang disampaikan orang lain. Ia ingin mengerti apa yang dimaksud oleh ibu
atau saudara-saudaranya ketika berinteraksi dengannya.
Dengan kata lain, anak belajar bahasa karena ia
berkeinginan untuk dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan tentang diri dan
dunianya, sekaligus juga untuk dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Ia
belajar bahasa bukan demi bahasa itu sendiri, melainkan karena fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi, yang memiliki peran personal dan sosial.
C.
PEMBELAJARAN BAHASA
Menurut Halliday
(1979, dalam Goodman, dkk., 1987) menyatakan ada tiga tipe belajar yang
melibatkan bahasa, yaitu :
1.
Belajar Bahasa
Seseorang mempelajari
suatu bahasa dengan fokus pada penguasaan kemampuan bahasa atau kemampuan
berkomunikasi melalui bahasa yang digunakan. Kemampuan ini melibatkan dua hal,
yaitu :
a.
Kemampuan
untuk menyampaikan pesan, baik secara lisan (melalui bicara) maupun tertulis
(melalui menulis)
b.
Kemampuan
memahami, menafsirkan, dan menerima pesan, baik yang disampaikan secara lisan (
melalui kegiatan menyimak) maupun tertulis (melalui kegiatan membaca)
Kedua kemampuan
tersebut melibatkan penguasaan kaidah bahasa serta pragmatik yang merupakan
kesanggupan pengguna bahasa untuk menggunakan bahasa dalam berbagai situasi
yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan konteks berbahasa itu
sendiri.
2.
Belajar Melalui Bahasa
Seseorang
menggunakan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, sikap, keterampilan. Dalam
konteks ini bahasa berfungsi sebagai alat untuk mempelajari sesuatu, seperti
Matematika, IPA, Sejarah, dan Kewarganegaraan.
3.
Belajar Tentang Bahasa
Belajar Bahasa Indonesia untuk siswa SD pada
dasarnya bertujuan untuk mengasah dan membekali mereka dengan kemampuan
berkomunikasi atau kemampuan menerapkan bahasa Indonesia dengan tepat untuk
berbagai tujuan dan dalam konteks yang berbeda. Pembelajaran Bahasa Indonesia
berfokus pada penguasaan berbahasa yang dibagi pada beberapa tipe, yaitu :
a.
Tipe
1 adalah Belajar bahasa untuk dapat diterapkan bagi berbagai keperluan dalam
bermacam situasi, seperti belajar, berpikir, berekspresi, bersosialisasi atau
bergaul, dan berapresiasi.
b.
Tipe
2 adalah belajar melalui bahasa agar siswa dapat berkomunikasi dengan baik maka
siswa perlu menguasai kaidah bahasa dengan baik pula
c.
Tipe
3 adalah belajar tentang bahasa, dalam konteks ini penguasaan kaidah bahasa
bukan tujuan, melainkan hanyalah sebagai alat agar kemampuan berbahasanya dapat
berkembang dengan baik.
Dengan demikian,
ketika tipe belajar tersebut saling terkait. Ketiganya terjadi secara bersamaan
dalam belajar bahasa. Oleh karena itu, mengapa pembelajaran bahasa dilakukan
secara terpadu, baik antaraspek dalam bahasa itu sendiri maupun antar mata
pelajaran lainnya. Kemampuan bahasa dapat diklasifikasikan menjadi empat macam,
yaitu :
1. Kemampuan
Menyimak atau Mendengarkan
Kemampuan menyimak
atau mendengarkan adalah kemampuan menafsirkan dan memahami pesan yang
disampaikan secara lisan oleh orang lain. Menyimak ada bermacam-macam, bukan
hanya mendengarkan percakapan, tetapi juga berita, ceramah, cerita, penjelasan,
dan sebagainya. Tujuan mendengarkan simakan juga berbeda-beda, yaitu : untuk berkomunikasi,
belajar, hiburan, merangkum, mengolah, mengkritisi, dan merespons informasi.
Dengan adanya tujuan menyimak yang berbeda-beda, tentu saja menuntut strategi
menyimak yang berlainan pula.
2. Kemampuan
Berbicara
Kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Pesan ini merupakan pikiran, perasaan,
sikap, tanggapan, penilaian, dan sebagainya. Jika sekedar berbicara dengan
teman atau keluarga mungkin tidak sulit. Tetapi, jika berbicara secara
sistematis dengan sikap yang sesuai dengn bahasa Indonesia yang tepat dalam
berbagai situasi tentu tidak mudah. Berbicara juga ada macamnya, yaitu :
berinteraksi dengan sesama, berdiskusi dan debat, berpidato, menjelaskan, bertanya,
menceritakan, melaporkan, dan menghibur. Tujuan berbicara yang berbeda, tentu
saja akan menuntut strategi berbicara yang tidak sama.
3. Kemampuan
Membaca
Kemampuan membaca adalah kemampuan untuk memahami
dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara tertulis oleh pihak lain.
Kemampuan ini tidak hanya berkaitan dengan pemahaman simbol-simbol tertulis,
tetapi juga memahami pesan atau makna yang
disampaikan oleh penulis.
4. Kemampuan
Menulis
Kemampuan menulis adalah kemampuan menyampaikan
pesan kepada pihak lain secara tertulis. Kemampuan ini bukan hanya berkaitan
dengan kemahiran siswa menyusun dan menuliskan simbol-simbol tertulis, tetapi
juga mengungkapkan pikiran, pendapat, sikap, dan perasaannya secara jelas dan
sistematis sehingga dapat dipahami oleh orang yang menerimanya, seperti yang
dia maksudkan.
Umumnya orang beranggapan bahwa keempat kemampuan
berbahasa itu berkembang secara berurutan, dari kemampuan menyimak, berbicara,
membaca, baru menulis. Anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Mungkin kemampuan
menyimak anak berkembang lebih awal, tetapi kemampuan itu segera diikuti oleh
kemampuan berbicara. Sementara itu, banyak peneliti bahwa umumnya kemampuan
menulis anak berkembang lebih awal.
Pemilahan keempat kemampuan berbahasa itu
menyiratkan bahwa masing-masing keterampilan itu terkesan berdiri sendiri.
Sebenarnya, tidak. Kenyataan menunjukkan bahwa suatu aktivitas berbahasa melibatkan
lebih dari satu jenis kegiatan berbahasa. Contohnya, ketika anak berbicara
dengan temannya maka sebetulnya ia pun menyimak respons lawan bicaranya. Bahkan
dalam pembelajaran berbahasa itu dapat dilakukan secara bersamaan. Contoh,
belajar cerita dapat dilakukan sebagai berikut.
Menyimak
-
Mendengarkan
guru menbacakan cerita
-
Mendengarkan
cerita dari radio, video, atau TV
-
Menyimak rekan
sekelas menceritakan kembali cerita yang didengarnya
-
Menyimak rekan
sekelas mengenai cerita yang ditulisnya dalam kerja kelompok
Berbicara
-
Menceritakan
kembali cerita yang dikenal siswa
-
Mendiskusikan
unsur-unsur cerita
-
Menyampaikan
tanggapan atas cerita yang didengar/ dibacanya
-
Melakukan
dramatisasi cerita melalui boneka atau aksi teatrikal
-
Mendiskusikan
draft cerita yang dibuat dalam kelompok
Membaca
-
Membaca cerita
-
Membaca cerita
bersama-sama
-
Menafsirkan
cerita
-
Membaca cerita
yang telah disusun siswa dalam kelompok
Menulis
-
Menuliskan
kembali cerita ynag menjadi favorit
-
Menulis
tanggapan terhadap cerita
-
Menyadur
cerita
-
Menyusun
cerita dalam kelompok
-
Menyusun
pertanyaan tentang hal-hal menarik dalam cerita
Dari
penelitiannya, Walter Loban (1976, dalam
Tompkins dan Hoskisson, 1995) menyimpulkan adanya hubungan antar keterampilan
berbahsa siswa dan keterampilan berbahasa dengan belajar.Pertama,
siswa dengan kemampuan berbahsa lisan (menyimak dan berbicara) yang kurang
efektif cenderung kurang efektif pula kemampuan berbahasa lisannya (membaca dan
menulis). Kedua,
terdapat hubungan yang
kuat antara kemampuan berbahasa siswa dengan kemampuan akademik yang
diperolehnya.
Dengan demikian, paradigma atau cara
pembelajaran bahasa di sekolah dasar adalah sebagai berikut :
1.
Imersi, yaitu pembelajarn bahasa yang dilakukan dengan ‘menerjunkan’ siswa langsung
dalam kegiatan berbahasa yang dipelajarinya.
Contoh,
ketika siswa belajar mengarang, terjunkanlah langsung dalam kegiatan mengarang.
Berikan ia pengalaman bagaimana, seperti apa mengarang itu dan menulis sebuah
karangan dengan topik tertentu. Jika kesulitan, berikan ia model atau contoh
karangan yang sesuai.
2.
Pengerjaan (employment), yaitu pembelajaran bahasa yang dilakukan
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan berbahasa yang bermakna, fungsional, dan otentik. Bermakna artinya kegiatan berbahasa yang dilakukan siswa dapat
menghasilkan wawasan, sikap, atau keterampilan baru yang secara bertahap dapat
meningkatkan kemampuan berbahasanya. Fungsional
artinya ativitas berbahasa yang dilakukan siswa memiliki tujuan yang jelas
dalam berkomunikasi. Otentik, artinya
aktivitas berbahasa siswa terjadi dalam konteks yang jelas, yang memang lazim
digunakan dalam kenyataan berbahasa di luar kelas.
3.
Demonstrasi, yaitu siswa belajar bahasa melalui demonstrasi dengan
pemodelan dan dukungan yang disediakan guru. Contohnya, ketika siswa belajar
membacakan berita, akan lebih efektif apabila mereka diberikan model ‘pembacaan
berita’ dengan mendengarkan radio, melihat TV atau melihat contoh yang
ditampilkan oleh guru. Dari model itu siswa akan menginspirasi atau mencontoh
secara kreatif apa dan bagaimana membaca berita itu.
4.
Tanggung jawab (responsibility), yaitu pembelajaran bahasa yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih aktivitas berbahasa yang akan
dilakukannya. Upaya ini akan bermanfaat bagi siswa untuk :
1.
Menyalurkan
bakat dan keinginannya dalam belajar bahasa, dan
2.
Menjadikan
siswa lebih percaya diri dan bertanggung jawab atas tugas atau kegiatan yang
dipilih dan dilakukannya.contohnya, jika siswa mendapatkan tugas membaca suatu
karya sastra cerpen misalnya, mereka diberikan kesempatan untuk memilih salah
satu karya sastra yang dibacanya.
5.
Uji-coba (Trial-error), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan dari perspektif atau sudut
pandang siswa. Oleh karena itu, siswa akan lebih percaya diri dalam belajar apabila
ia mengerti bahwa gurunya tidak hanya menekankan pada ketepatan , tetapi memberinya kesempatan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan hasil kerjanya melalui uji-coba yang dilakukan siswa.
6.
Pengharapan (expectation), artinya siswa akan berupaya untuk sukses atau
berhasil dalam belajar jika dia merasa bahwa gurunya mengharapkan dia sukses.
Sikap pembelajaran ini akan ditunjukkan guru melalui perilakunya yang mau
memperhatikan, mengerti, dan membantu kesulitan siswanya.
Berdasarkan
paradigma pembelajaran bahasa tersebut, guru dapat mengembangkan strategi
pembelajaran bahasa Indonesia. Apa pun stratergi yang digunakan tidak menjadi
masalah selama sesuai dengan tujuan pebelajaraan, karakterisrik belajar dan
belajar bahasa, serta paradigma pembelajaran bahasa.
0 komentar:
Posting Komentar