IRA BISA

Jumat, 27 Mei 2016

Masalah-masalah belajar





MASALAH-MASALAH BELAJAR
MAKALAH
Sebagai Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran SD dengan Dosen Pengampu Bapak Drs. Sihono


Disusun oleh :
Kelompok 7
                   Siti Humaira                           (150210204010)
                   Nurliana Mawaddah             (150210204015)
                   Tika Triyana                          (150210204030)
                  




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Tugas utama seorang guru adalah membelajarkan siswa. Ini berarti bahwa bila guru bertindak mengajar, maka diharapkan siswa belajar atau belajar. Dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah ditemukan hal-hal berikut. Guru telah mengajar dengan baik. Ada siswa belajar giat. Ada siswa pura-pura belajar. Ada siswa belajar dengan setengah hati. Bahkan ada pula siswa yang tidak belajar. Guru  ingung menghadapi keadaan siswa. Guru tersebut berkonsultasi dengan konselor sekolah. Kedua petugas pendidikan tersebut menemukan adanya masalah-masalah yang dapat dipecahkan oleh konselor sekolah. Ada pula masalah yang harus dikonsultasikan dengan ahli psikologi. Guru menyadari bahwa dalam tugas pembelajaran ternyata ada masalah-masalah belajar yang dialami oleh siswa. Bahkan guru memahami bahwa kondisi lingkungan siswa juga dapat menjadi sumber timbulnya masalah-masalah belajar.
Guru profesional berusaha mendorong siswa agar belajar secara berhasil. Ia menemukan bahwa ada bermacam-macam hal yang menyebabkan siswa belajar. Ada siswa yang tidak belajar karena dimarahi oleh orang tuanya. Ada siswa yang tidak belajar karena pindah tempat tinggal. Ada siswa yang sukar memusatkan perhatian waktu guru mengajar topik tertentu. Ada pula siswa yang giat belajar karena ia bercita-cita menjadi seorang ahli. Bermacam-macam keadaan siswa tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan tentang masalah-masalah belajar merupakan hal yang sangat penting bagi guru dan calon guru.
1.2       Rumusan Masalah
1.      Apa sajakah masalah-masalah belajar intern siswa ?
2.      Apa sajakah faktor-faktor ekstern belajar siswa ?
3.      Bagaimanakah cara menentukan masalah belajar siswa ?
1.3       Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa sajakah masalah-masalah belajar intern siswa.
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor ekstern belajar siswa.
3.      Untuk mengetahui bagaimana cara menentukan masalah belajar siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masalah-Masalah Intern Belajar Siswa
          Aktivitas belajar dialami oleh siswa sebagai suatu proses, yaitu proses belajar sesuatu. Aktivitas belajat tersebut juga dapat diketahui oleh guru dari perlakuan siswa terhadap bahan belajar. Proses belajar sesuatu dialami oleh siswa dan aktivitas belajar sesuatu dapat diamati oleh guru. Pada kegiatan belajar mengajar di sekolah ditemukan dua subjek, yaitu siswa dan guru.dalam kegiatan belajra, siswalah yang memegang peranan penting. Dalam proses belajar ditemukan tiga tahap penting, yaitu :
1.      Sebelum belajar. Hal yang berpengaruh pada belajar, menurut Biggs & Telfer dan Winkel, adalha ciri khas pribadi, minat, kecakapan, pengalaman, dan keinginan belajar. Hal-hal sebelum terjadi belajar tersebut merupakan keadaan awal; keadaan awal tersebut diharapkan mendorong terjadinya belajar.
2.      Proses belajar, yaitu suatu kegiatan yang dialami dan dihayati oleh siswa sendiri. Kegiatan atau proses belajar ini terpengaruh oleh siswa, motivasi, konsentrasi, mengolah, menyimpan, menggali, dan unjuk berprestasi.
3.      Sesudah belajar, merupakan tahap untuk prestasi hasil belajar. Secara wajar diharapkan agar hasil belajar menjadi lebih baik, bila bibandingkan dengan keadaan sebelum belajar.
Proses belajar, merupakan kegiatan mental mengolah bahan belajar atau pengalaman yang lain. Proses belajar ini bertuju pada bahan belajar dan sumber belajar yang diprogramkan guru. Proses belajar yang berhubungan dengan bahan belajar tersebut, dapat diamati oleh guru, pada umumnya dikenal sebagai aktivitas belajar siswa. Guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa. Dalam usaha pembelajaran siswa, maka guru melakukan :
1.      Pengorganisasian belajar,
2.      Penyajian bahan belajar dengan pendekatan pembelajaran tertentu,
3.      Melakukan evaluasi belajar.
Dipandang dari segi siswa, maka guru dengan usaha pembelajaran tersebut merupakan faktor ekstern belajar.           
Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang menemukan terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak belajar dengan baik. Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut :
1.        Sikap terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, mengabaikan kesempatan belajar tersebut. Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang tidak lulus ujian matematika menolak ikut ujian ulang di kelas lain. Sikap menerima, menolak, atau mengabaikan suatu kesempatan belajar merupak urusan pribadi siswa. Akibat penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar tersebuut akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian. Oleh karena itu, ada baiknya siswa mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.
2.        Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa yang dapat menjadi teman. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus-menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
3.        Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan selama beberapa menit. Dengan selingan istirahat tersebut, prestasi belajar siswa akan meningkat kembali. Turunnya perhatian dan prestasi belajar tersebut dilukiskan dalam bagan berikut :


    
                     A                                                     B                                            
            P          kecederungan naik turunnya       P      kecenderungan naik turunnya
            r           perhatian                                     r       perhatian
            e                                                              e
            s                                                               s
            t                                                               t
            a                                                              a
            s                                                               s                               s          
            i                                                               i                               e
                                                                                                            l          
            b                                                              b                              i
            e                                                              e                              n
            l                                                               l                               g
            a                                                              a                              a
            j                                                               j                               n
            a                                                              a
            r                                               menit       r                                           menit
           
10       20       30       40       50                 10      20      30      40      50
Bagan tersebut menunjukkan bahwa perhatian siswa meningkat pada 15-20 menit pertama, kemudian turun pada 15-20 menit kedua. Selanjutnya meningkat dan menurun kembali. Kecenderungan menurunnya perhatian terjadi, sejajar dengan lawan waktu belajar. Oleh karena itu, disarankan memperhatikan bagan B. Dengan memeberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.
4.        Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara memperoleh ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar berupa pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama, nilai kesenian, serta keterampilan mental dan jasmani. Cara pemerolehan ajaran berupa cara-cara belajar sesuatu, seperti bagaiamana menggunakan kamu, daftar logaritma, atau rumus matematika. Kemampuan menerima isi dan cara pemerolehan tersebut dapat dikembangkan dengan belajar berbagai mata pelajaran. Kemampuan siswa mengolah bahan tersebut menjadi makin baik, bila siswa berpeluang aktif belajar. Dari segi guru, peda tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan keterampilan proses, inkuiri, ataupun laboratorium.
5.        Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu yang pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu yang pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan. Kemampuan menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa. Pemilikikan itu dalalm waktu betahun-tahun, bahkan sepanjang hayat. Biggs dan Tefler menjelaskan proses belajar di ranah kognitif  tentang hal pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan kembali pesan. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan, (input processes), proses pengolahan kembali (activation processes). Ketiga proses belajar tersebut dilukiskan dalam bagan berikut.
1.         Proses penerimaan merupakan kegiatan siswa melakukan pemusatan perhatian, menyeleksi, dan memberi, kode terhadap hal yang dipelajari.
2.         Proses pengaktifan merupakan kegiatan siswa untuk menguatkan pesan beru, membangkintakn pesan dan pengalaman lama.
3.         Proses pengolahan merupakan proses belajar. Dalam tahap ini siswa menggunakan kesadaran yang penuh. Ia memikirkan tugas, berlatih, menarik kesimpulan, dan unjuk belajar.
4.         Proses penyimpanan merupakan saat memperkuat hasil belajar. Pembelajaran menggunakan teknik belajar agar tersimpan dalam ingatan, penghayatan, dan keterampilan jangka panjang.
5.         Proses pemanggilan di mana pesan atau kesan lama diaktifkan kembali.
Berikut bagan sistem kesadaran dan belajar.


 










                                                                                    

Dari bagan tersebut diketahui bahwa proses belajat terdiri dari proses penerimaan, pengolahan, penyimpanan, dan pengaktifan yang berupa penguatan serta pembakitan kembali untuk dipergunakan. Dalam kehidipuan sebenarnya tidak berarti bahwa semua proses tersebut berjalan lancar. Ada siswa yang mengalami kesukaran dalam proses penerimaan, akibatnya, proses-proses penguatan, pengolahan, penyimpanan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan akan terganggu. Ada siswa yang mengalami kesukaran dalam proses penyimpanan. Akibatnya proes penggunaan hasil belajar akan terganggu. Adanya gangguan dalam kelima proses tersebut, baik sendiri-sendiri atau gabungan, akan menghasilkan hasil belajar yang kurang baik.
6.        Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil tau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil beajar. Proses menggali oesan lama tersebut dapat berwujud :
1.      Transfer belajar, atau
2.      Unjuk prestasi belajar.
Ada kalanya siswa juga mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitan sendiri. Gangguan tersebut dapat bersumber dari kesukaran penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan. Jika siswa tidak memperhatikan pada saat penerimaan, maka siswa tidak memiliki apa-apa. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sungguh, maka siswa tidak berketerampilan (intelektual, sosial, moral, dan jesmani) dengan baik. Dengan kata lain, penggalian hasil yang tersimpan ada hubungannya dengan baik atau buruknya penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan pesan.
7.        Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi.
Dalam belajar pada ranah kognitif ada gejala lupa. Lupa merupakan peristiwa biasa, meskipun demikian dapat dikurangi. Lupa pada ranah kognitif umumnya berlawanan dengan mengingat. Pesan yang dilupakan belum tentu berarti ‘hilang’ dari ingatan. Kadang kala siswa memerlukan waktu untuk ‘membangkitkan’ kembali pesan yang ‘terlupakan’. Dengan berbagai pancingan, dalam waktu tertentu, pesan “terlupakan” dapat diingat kembali. Bila pesan tersebut sudah “dibangkitkan”, maka dapat digunakan untuk unjuk prestasi belajar maupun transfer belajar.
4
Menggali
 
1
Konsentrasii
 
Proses terjadinya gejala lupa dapat dilacak dan diperbaiki dalam proses belajar ulang. Proses terjadinya gejala lupa tersebut dapat terlihat dalam Bagan berikut






 



                                
Bagan di atas melukiskan suatu proses belajar yang memungkinkan terjadinya lupa. Proses tersebut sebagai berikut :
(1)   Pebelajar melakukan konsentrasi terhadap bahan ajar. Pemusatan perhatian tersebut dapat menurun karena lelah atau memang lemah. Akibatnya ada bahan ajar yang keluar dan tak terterima.
(2)   Pebelajar mengolah bahan ajar yang terterima.
(3)    Apa yang terolah akan disimpan, tetapi ada bagian yang keluar. Dengan demikian, siswa menyimpan bagian bahan ajar yang terolah dengan baik.
(4)   Dalam menghadapi tugas-tugas belajar lanjut, maka siswa akan menggali pengetahuan dan pengalaman belajar yang tersimpan. Pebelajar memanggil pesan yang tersimpan. Ada pesan yang telah dilupakan, sehingga tidak dapat digunakan untuk berprestasi.
(5)    Pebelajar menggunakan pesan-pesan yang telah dipelajari untuk berprestasi. Pada proses menggali dan berprestasi dapat terjadi gejala lupa, karena siswa lupa memanggil pesan yang tersimpan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa “keluarnya” pesan pada siswa terjadi saat konsentrasi dan mengolah pesan. Sedangkan gelaja lupa terjadi pada siswa saat menggali dan berprestasi. Hal ini menunjukkan bahwa proses berkonsentrasi dan pengolahan pesan dapat dipertinggi mutunya.
8. Rasa Percaya Diri Siswa
     Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Hal yang sebaliknya dapat terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila asa tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar. Rasa takut belajar tersebut terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Gejala ini merupakan masalah pembelajaran diri yang musykil. Pada tempatnya guru mendorong keberanian terus menerus, memberikan bemacam-macam penguat, dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bila siswa telah berhasil. Sebagai ilustrasi, siswa yang gagal ujian bahasa Inggris, bila didorong terus, akhirnya akan berhasil lulus. Bahkan bila kepercayaan dirinya timbul, ia dapat lulus pada saat ujian akhir dengan nilai baik pada mata pelajaran bahasa Inggris.
9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
Menurut Wechler (Monks & Knoers, Siti Rahayu Hadinoto) intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
Intelegensi dianggap sebagai suatu norma umum dalam keberhasilan belajar. Inteleginsi normal bila nilai IQ menunjukkan angka 85-115. Diduga 70 % penduduk memiliki IQ normal. Sedangkan yang ber-IQ dibawah 70 diduga 15 % penduduk, dan yang ber-IQ 115-145 sebesar 15 %. Yang ber-IQ 130-145 hanya sebesar 2 % penduduk. Yang menjadi masalah adalah siswa yang   kecakapan di bawah normal. (Monk, Knoers, Siti Rahayu Haditono,1989). Menurut Siti Rahayu Haditono, di Indonesia juga ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh factor-faktor seperti
(i)            Kurangnya fasilitas belajar di sekolah dan rumah di berbagai pelosok,
(ii)          Siswa makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka merasa ragu dan takut gagal,
(iii)        Kurangnya dorongan mental dari orang tua karena orang tua tidak memahami apa yang dipelajari oleh anaknya di sekolah, dan
(iv)        Keadaan gizi yang rendah, sehingga siswa tidak mampu belajar yang lebih baik, serta
(v)          Gabungan dari faktor-faktor tersebut, mempengaruhi berbagai hambatan belajar.
     Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh inteligensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah, hal ini akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada tempatnya, mereka di dorong untuk belajar di bidang-bidang keterampilan sebagai bekal hidup. Penyediaan kesempatan belajar di luar sekolah, merupakan langkah bijak untuk mempertinggi taraf kehidupan warga Negara Indonesia.
10. Kebiasaan Belajar
     Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa :
(i)       Belajar pada akhir semester,
(ii)     Belajar tidak teratur,
(iii)   Menyiapkan kesempatan belajar,
(iv)   Bersekolah hanya untuk bergensi,
(v)     Dating terlambat bergaya pemimpin,
(vi)   Bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan
(vii) Bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar.
Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan  di sekolah yang ada di kota besar, kota kecil, dan di pelosok tanah air. Untuk sebagian, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidakmengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri. Suatu pepatah “berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian” dan berbagai petunjuk tokoh teladan, dapat menyadarkan siswa tentang pentingnya belajar. Pemberian penguat dalam keberhasilan belajar dapat mengurangi kebiasaan kurang baik dan membangkitkan harga diri siswa.
11. Cita-Cita Siswa
Dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita merupakan motivasi intrinsik. Tetapi adakalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berperilaku ikut-ikutan. Sebagai tanda jantan, atau berbuat “jagoan” dengan melawan aturan. Dengan perilaku tersebut, siswa beranggapan bahwa ia telah “menempuh” perjalanan mencapai cita-cita untuk terkenal di lingkungan siswa sekota.
Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikkan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai dari sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang semakin sulit. Sebagai ilustrasi,bertugas menjadi pengatur lalu lintas di depan sekolah, pengumpul sumbangan bencana alam, penggerak pelestari dan keserasian lingkungan hidup, penyuluh gemar membaca, dan pemecahan kesulitan belajar bersama. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi, maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.
2.1 Faktor-Faktor Ekstern Belajar
            Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsic siswa. Di samping itu proses belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor ekstern belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Faktor-faktor ekstern tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
            Guru adalah pelajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang study yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi mendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah.
            Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang study tententu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagai manusia. Dengan penghasilan yang diterimanya tiap bulan ia di tuntut berkemampuan hidup layak sebagai seorang pribadi guru. Tuntutan hidup layak tersebut sesuai dengan wilayah tempat tinggal dan tugasnya. Tinggal di sub kebudayaan Indonesia yang berbeda dengan daerah asal merupakan persoalan penyesuaian diri sendiri. Ada perilaku, norma, nilai, sub kebudayaan local yang masih harus dipelajari oleh guru yang bersangkutan. Di satu pihak guru mempelajari perilaku budaya wilayah tempat tinggal bertugas. Di lain pihak, pada tempatnya warga masyarakat setempat perlu memahami dan menerima guru sebagai pribadi yang sedang tumbuh. Guru adalah seorang yang belum sempurna ketidaksempurnaan tersebut perlu dipahami, dan emansipasi guru menjadi pribadi utuh juga perlu dibantu noleh warga masyarakat tempatnya bertugas.
            Guru juga menumbuhkan diri secara professional. Ia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Hal-hal yang dipelajari oleh setiap guru adalah:
1.      Memiliki integritas moral kepribadian
2.      Memiliki intergritas intelektual beroreintasi kebenaran
3.      Memiliki integritas religius dalam konteks pergaulan dalam masyarakat majemuk
4.      Mempertinggi mutu keahlian bidang study sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
5.      Memahami, menghayati, dan mengamalkan etika profesi guru
6.      Bergabung dengan asosiasi profesi
7.      Mengakui dan menghormati martabat siswa seb]agai klien guru
            Dalam mempelajari profesi keguruan tersebut, guru akan menghadapi masalah intern yang harus dipecahkan sendiri. Sudah barang tentu bahkan rekan guru yang senior merupakan tempat mengadu, pembimbing, dan Pembina pertumbuhan jabatan profesi guru.
                        Mengatasi masalah-masalah keutuhan secara pribadi, dan pertumbuhan profesi sebagai guru merupakan pekerjaan sepanjang hayat. Kemampuan mengatasi kedua masalah tersebut merupakan keberhasilan guru membelajarkan sang siswa. Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa tersebut meliputi hal-hal berikut :
a.       Pembangungan hubungan baik dengan siswa
b.      Menggairahkian minat, perhatian, dan memperkuat motivasi belajar
c.       Mengorganisasi belajar
d.      Melaksanakan pendekatan pembelajaran secara tepat
e.       Mengevaluasi hasil belajar secara jujur dan objektif
f.       Serta melaporkan hasil belajar siswa kepada orang tua siswa yang berguna bagi orientasi masa depan siswa.
  1. Prasarana dan Sarana Pembelajaran
            Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat, dan fasilitas Laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya prasarana dan sarana menentukan jaminan terselenggaranya proses belajar yang baik. Justru disinilah timbul masalah “bagaimana mengelola prasarana dan sarana pembelajaran sehingga terselenggara proses belajar yang berhasil baik.”
Prasarana dan sarana proses belajar adalah barang mahal. Barang-barang tersebut dibeli dengan uang pemerintah di masyarakat. Maksud pembelian tersebut adalah untuk mempermudah siswa belajar. Dengan tersedianya sarana dan prasarana belajar berarti menuntut guru dan siswa untuk menggunakannya. Peranan guru adalah sebagai berikut :
(i)            Memelihara, mengatur prasarana untuk menciptakan suasana belajar yang menggembirakan,
(ii)          Memelihara dan mengatur sasaran pembelajaran yang berorientasi pada keberhasilan siswa belajar, dan
(iii)        Mengorganisasi belajar siswa dengan sesuai dengan prasarana dan sarana secara tepat guna.
Peranan siswa sebagai berikut :
(i)            Ikut serta memelihara dan mengatur prasarana dan sarana dengan baik,
(ii)          Ikut serta dan berperan aktif dalam pemanfaatan prasarana dan sarana secara tepat guna, dan
(iii)        Menghormati sekolah sebagai pusat pembelajaran dalam rangka pencerdasan kehidupan generasi muda bangsa.
Dalam berperan serta tersebut siswa akan mengatasi masalah kebiasaan menggunakan prasarana dan sarana yang kurang baikyang ditemukan di sekitar sekolah. Dalam hal ini siswa belajar memelihara kebaikan fasilitas umum dalam masyarakat.
  1. Kebijakan Penilaian
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut, proses berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian yang di maksud adalah penentuan sampai sesuatu di pandang berharga, bermutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai datang dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar, maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajarann, dan menilai hasil belajar.
Hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Pelaku aktif dalam belajar adalah siswa. Hasil belajar juga merupakan hasil proses belajar, atau proses pembelajaran. Pelaku aktif pembelajaran adalah guru. Dengan demikian, hasil belajar merupakan hal yang dapat di pandang dari dua sisi. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan “tingkat perkembangan mental” yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. “tingkat perkembangan mental” tersebut terkait dengan bahan pelajaran. Tingkat perkembangan mental tersebut tersebut mewujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Secara menyeluruh proses belajar berjalan dalam waktu beberapa tahun sesuai dengan jenjang sekolah. Proses pendidikan di sekolah dasar selama 9 tahun, terdiri dari tingkat sekolah dasar dan tingkat sekolah menengah. Proses belajar di pendidikan menengah berlangsung selama tiga tahun. Secara menyeluruh, hasil belajar merupakan kumpulan hasil penggal-penggal tahap belajar. Dengan demikian, hasil belajar dapat merupakan puncak “tingkat perkembangan mental” secara utuh, yang lazim disebut lulusan sekolah menengah, lulusan SMA, atau tingkat kemandirian, tingkat bertanggung jawab, atau tingkat kedewasaan tertentu. Hasil belajar merupakan hasil pembelajaran. Hal ini terkait dengan bahan pelajaran. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Hal ini juga terkait dengan tujuan penggal-penggal pengajaran. Pada tujuan-tujuan instruksional khusus mata pelajaran di kelas, peran guru secara professional bersifat otonom. Pada tujuan instruksional tahap akhir, yang terkait dengan kenaikan kelas, muncul urusan kebijakan sekolah. Kebijakan penilaian sekolah tersebut merupakan kebijakan guru sebagai pengelola proses belajar. Pada tujuan instruksional umum tingkat sekolah berlaku evaluasi tahap akhir, yang dikenal dengan EBTA atau EBTANAS. Dalam hal ini berlakulah kebijakan penilaian tingkat nasional. Hasil belajar individual diukur menurut ukuran-ukuran nasional. Dengan kata lain, peran guru menilai hasil belajar berorientasi pada ukuran-ukuran pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu tingkat sekolah, wilayah, dan tingkat nasional.
Hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah, dan tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut, seorang siswa yang keluar dapat digolongkan lulus atau tidak lulus. Kelulusannya dengan memperoleh nilai rendah, sedang, atau tinggi, yang tidak lulus berarti mengulang atau tinggal kelas,bahkan mungkin dicabut hak belajarnya. Dari segi proses belajar, keputusan tentang hasil belajar berpengaruh pada tindak siswa dan tindak guru. Jika di golongkan lulus, maka dapat dikatakan proses belajar siswa dan tindak mengajar guru”berhenti” sementara. Jika digolongkan tidak lulus, terjadilah proses belajar ulang bagi siswa, dan mengajar ulang bagi guru.  Keputusan tentang hasil belajar merupakan umpan balik bagi siswa dan bagi guru. Keputusan hasil belajar merupakan puncak harapan siswa. Secara kejiwaan, siswa terpengaruh atau tercengkam tentang hasil belajarnya. Oleh karena itu, sekolah dan guru diminta berlaku arif dan bijak dalam menyampaikan keputusan hasil belajar siswa.
4.      Lingkungan sosial siswa di sekolah
            Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang di kenal sebagai lingkungan sosial siswa. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan danperanan tertentu. Sebagai ilustrasi, seorang siswa dapat menjabat sebagai pengurus kelas, sebagia ketua kelas, sebagai ketua  OSIS di sekolahnya,  Sebagai pengurus OSIS di sekolah-sekolah di kotanya,tingkat provinsi, atau tingkat nasional. Kedudukan sebagai ketua kelas, ketua OSIS, atau ketua OSIS tingkat provinsi memperoleh penghargaan dari sesame siswa. Dalam kehidupan kesiswaan terjadilah hubungan antar siswa. Pada tingkat kota atau wilayah, terjadilah jaringan hubungan sosial siswa se-kota atau se wilayah. Pada tingkat provinsi, terjadi hubungan sosial siswa tingkat provinsi. Pada tingkat nasional terjadi jaringan hubungan sosial siswa tingkat nasional. Tiap siswa dalam lingkungan sosial  kedudukan, peranan, dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti  hubungan sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan akrab, kerjasam, kerja berkoprasi, berkompetisi, berkonkurensi, bersaing, konflik, atau perkelahian.
Tiap siswa berada dalam lingkungan sosial siswa di sekolah peranan yang di akui oleh sesama. Jika seorang siswa terterima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. Sebaliknya, jika ia tertolak, maka ia akan merasa tertekan. Pengaruh lingkungan sosial tersebut berupa hal-hal berikut :
a)      Pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau  menolak siswa, yang akan berakibat memperkuat atau memperlemah konsentrasi belajar
b)      Lingkungan sosial mewujud dalam suasana akrab, gembira, rukun, dan damai; sebaliknya, mewujud dalam susana perselisihan, bersaing, salah-menyalahka, dan cerai berai. Suasana kejiwaan tersebut berpengaruh pada semangat dan proses belajar. Suasana kejiwaan dalam lingkungan sosial siswa dapat menghambat proses belajar, dan
c)      Lingkungan sosial siswa di sekolah atau juga di kelas dapat berpengaruh pada semangat belajar kelas. Dan setiap guru akan akan di sikapi secara tertentu oleh lingkungan sosial siswa. Sikap positif atau negatif terhadap guru menegakkan kewibawaan maka ia akan dapat mengelola proses belajar dengan baik. Sebaliknya, bila guru tak berwibawa, maka ia akan mengalami kesulitan dalam mengelola proses belajar.
5.      Kurikulum Sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum nasional yang di sahkan oleh pemerintah atau suatu kurikulum yang di sahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan,isi pendidikan,kegiatan belajar-mengajar,dan avaluasi. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional untuk membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program pembelajaran di sekolah sesuai dengan system pendidikan nasional.
Kurikulum di susun berdasarkan tuntutan kemajuan masyarakat. Kemajuan masyarakat didasarkan suatu rencana pembangunan lima tahunan yang di bedakan oleh pemerintah. Dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat, timbul tuntutan kebutuhan baru,  dan akibatnya kurikulum sekolah perlu direkonstruksi. Adanya rekonstruksi tersebut menimbulkan  kurikulum baru. Demikian seri perubahan kurikulum yang terkait dengan pembangunan masyarakat.
Perubahan  kurikulum sekolah menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu adalah :
a)      Tujuan yang akan di capai mungkin berubah. Bila tujuan berubah, berarti pokok bahasan, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi akan berubah. Sekurang-kurangnya, kegiatan belajar-mengajar perlu di ubah.
b)      Isi pendidikan berubah. Akibatnya buku-buku pelajaran, buku bacaan dan sumber yang lain akan berubah hal ini akan menimbulkan perubahan anggaran pendidikan di semua tingkat.
c)      Kegiatan belajar-mengajar berubah akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode, teknik dan pendekatan mengajar yang baru. Bila pendekatan belajar berubah, maka kebiasaan belajar siswa juga akan mengalami perubahan dan;
d)      Evaluasi berubah akibatnya guru akan mempelajari metode dan teknik evaluasi belajar yang baru. Bila evaluasi berubah, maka siswa akan mempelajari cara-cara belajar sesuai dengan ukuran lulusan yang baru.
                        Perubahan kurikulum sekolah tidak hanya menimbulkan masalah bagi guru dan siswa, tetapi juga petugas pendidikan dan orang tua siswa. Bagi guru, ia perlu mengadakan perubahan pembelajaran. Dalam hal ini guru harus menghindarkan diri dari kebiasaan pembelajaran yang “lama”. Bagi siswa, ia perlu mempelajari cara-cara belajar,buku pelajaran, dan sumber belajar yang baru. Dalam hal ini harus siswa harus menghindarkan diri dari cara-cara belajar “lama”. Bagi petugas pendidikan, ia juga perlu mempelajari tata kerja pada kurikulum “baru”, dan menghindari kebiasaan kerja pada kurikulum “lama”. Bagi orang tua siswa, ia perlu mempelajari maksud, tata kerja , peran guru, dan peran siswa dalam belajar pada kurikulum “baru” orang tua perlu memahami adanya metode dan teknik belajar “baru” bagi anak-anaknya. Dengan memahami dan mempelajari teknik belajar yang “baru”, maka ia dapat membantu proses belajar anaknya secara baik.
2.3    Cara Menentukan Masalah-masalah Belajar
            Program pembelajaran merupakan hal yang kompleks. Kekompleksan itu  terentang dari sebagai berikut :
a)      Konstruksi kurikulum dan pemberlakuan kurikulum sekolah
b)      Tugas guru menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru memilih media dan sumber belajar, serta strategi mengajar yang sesuai dengan kurikulum serta;
c)      Peran siswa dalam proses belajar yang sesuai kurikulum berlaku.
            Belajar di sekolah terkait dengan beberapa hal. Dalam bertindak belajar, siswa berhubungan dengan guru, bahan ajar, pemerolehan pengetahuan dan pengalaman, dan tata kerja evaluasi belajar. Di samping itu, siswa secara intren menghadapi disiplin, kebiasaan, dan semangat belajarnya sendiri. Fakor  intern siswa  tersebut merupakan hal yang cukup kompleks.
            Siswa yang belajar di sekolah merupakan akibat dari program pembelajaran guru. Guru berkepentingan untuk mendorong siswa aktif belajar. Dengan demikian sebagai pendidik generasi muda bangsa, guru berkewajiban mencari dan menemukan masalah-masalah belajar yang dihadapi oleh siswa.
1.      Pengamatan Perilaku Belajar
        Sekolah merupakan pusat pembelajaran. Guru bertindak menjelaskan, dan siswa bertindak belajar. Tindakan belajar tersebut dilakukan oleh siswa. Sebagai lazimnya tindakan seseorang,maka tindakan tersebut dapat di amati sebagai perilaku belajar. Sebaliknya, tindak belajar tersebut terutama di alami oleh siswa sendiri. Siswa  mengalami tindak belajarnya sendiri sebagai suatu proses belajar yang berjalan dari waktu ke waktu. Siswa dapat menghentikan sendiri, atau mulai belajar lagi. Dengan kata lain, perilaku belajar merupakan”gejala belajar” menurut pengamat. Sedangkan tindak belajar atau proses belajar merupakan “gejala belajar” yang dialami dan dihayati oleh siswa. Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang belajar menerjemahkan kalimat bahasa inggris ke Indonesia. Siswa tersebut minta penjelasan dari guru, teman, dan kakaknya di rumah. Siswa tersebut membuka kamus. Bila di tanya teman sekelas, ia menyatakan ia mengalami kesukaran. Kesukaran tersebut sebagai akibat dari kelalaian kurang memperhatikan pelajaran. Hal ini terjadi dan siswa tidak mengulangi kesembronoan tersebut. Peristiwa tersebut melukiskan gejala belajar dari dua sisi. Dari sisi siswa, siswa mengalami kesukaran sebagai akibat kelalaian tidak memperhatikan pelajaran. Dari sisi pengamat, tampak kesibukan siswa mencari penjelasan dan penggunaan kamus.
        Guru selaku pembelajar bertindak membelajarkan dengan mengajar. Guru selaku pengamat, melakukan pengamatan terhadap perilaku siswa. Dalam pengamatan tersebut guru juga mewancarai siswa atau teman belajarnya. Jadi, ada perbedaan peran guru, yaitu peran membelajarkan dan peran mengamati untuk menemukan masalah-masalah belajar. Bila masalah siswa di temukan, maka sebagai pendidik guru berusaha membantu memecahkan masalah belajar.
        Peran pengamatan perilaku belajar dilakukan sebagai berikut:
1.      Menyusun rencana pengamatan, seperti tindak belajar berkelompok atau belajar sendiri atau yang lain.
2.      Memilih siapa yang akan diamati, meliputi beberapa orang siswa.
3.      Menentukan berapa lama berlangsungnya pengamatan, seperti dua, tiga, empat bulan.
4.      Menentukan hal-hal apa yang akan di amati seperti cara siswa membaca, cara menggunakan media belajar, prosedur, dan cara proses belajar sesuatu.
5.      Mencatat hal-hal yang di amati.
6.      Menafsirkan hasil pengamatan. Untuk memperoleh informasi tentang pengamatan perilaku belajar tersebut, bila perlu guru melakukan wawancara pada siswa tertentu, untuk mempermudah pengamatan, pada tempatnya guru menggunakan lembar pengmatan perilaku belajar. (Semiawan, et.al, 1987; Biggs & Telfer, 1987)
2.       Analisis Hasil Belajar
        Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar tiap siswa dikelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian, dan yang berwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang berharga bagi guru dan siswa. Bagi guru, hasil belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikkan tindak mengajar dan evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Oleh karena itu, pada tempatnya guru mengadakan analisi tentang hasil belajar siswa di kelasnya.
        Analisi hasil belajar siswa merupakan pekerjaan yang khusus. Hal ini pada tempatnya dikuasai dan dikerjakan oleh guru. Dalam melakukan analisi hasil belajar pada tempatnya guru melakukan langkah-langkah berikut:
a)      Merencanakan analisis sejak awal semester sejalan dengan    desain intruksional
b)       Merencanakan jenis-jenis pekerjaan siswa yang di pandang sebagai hasil belajar. Sebagai ilustrasi, hasil ujian atau pokok bahasan mana yang di jadikan kajian.
c)      Merencanakan jenis-jenis ujian dan alat evaluasi, kemudian menganalisis kepantasan jenis-jenis dan alat evaluasi tersebut.
d)     Mengumpulkan hasil belajar siswa, baik yang berupa jawaban ujian tulis, ujian lisan, dan karya tulis maupun benda.
e)      Melakukan analisi secara statistik tentang angka-angka perolehan ujian dan mengategorikan karya-karya yang tidak bisa di angkakan
f)       Mempertimbangkan hasil pengamatan pada kegiatan belajar  siswa, perilaku belajar siswa tersebut di kategorikan secara ordinal.
g)      Mempertimbangkan tingkat kesukaran bahan ajar bagi kelas, yang dibandingkan dengan program kurikulum yang berlaku.
h)      Memperhatikan kondisi-kondisi ekstern yang berpengaruh atau diduga ada pengaruhnya dalam belajar.
i)        Guru juga melancarkan suatu angket evaluasi pembelajaran pada siswa menjelang akhir semester, pada angket tersebut dapat ditanyakan tanggap siswa tentang jalannya proses belajar-mengajar dan kesukaran bahan belajar. Dengan analisis tersebut, guru mengambil kesimpulan tentang hasil belajar kelas dan Individu (Winkel,1991 ; 325-37; Biggs & Telfer, 1987;459-506)
3.      Tes Hasil Belajar      
        Pada panggal proses belajar di lancarkan tes hasil belajar. Adapun jenis tes yang digunakan umumnya di golongkan sebagai tes lisan dan tes tertulis. Tes tertulis terdiri dari tes esai dan objektif.
Tes lisan memiliki kelebihan sebagai berikut:
a)      Penguji dapat menyesuaikan bahasa dengan tingkat daya tangkap siswa.
b)      Penguji dapat mengejar tingkat penguasaan siswa tentang pokok bahasan tertentu.
c)      Siswa dapat melengkapi jawaban lebih leluasa
            Tes lisan memiliki kelemahan sebagai berikut:
a)      Penguji dapat terjerumus pada kesan subjektif atas perilaku siswa
b)      Memerlukan waktu yang lama. Tenggang waktu masih dapat di atasi.
            Tes tertulis memilki kelebihan sebagai berikut:
a)   Penguji dapat menguji banyak siswa dalam waktu terbatas.
b)   Objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah di awasi.
c)   Penguji dapat menyusun soal-soal yang merata pada tiap pokok bahasan
d)  penguji dengan mudah dapat menentukan standart penilaian
e)   Dalam pengerjaan siswa dapat memilih menjawab urutan soal sesuai kemampuannya.
            Tes tertulis memilki kelemahan sebagai berikut:
a)   Penguji tidak sempat memperoleh penjelasan tentang jawaban siswa.
b)    Rumus pertanyaan yang tak  jelas menyulitkan siswa
c)   Dalam pemeriksaan dapat terjadi subjektifitas penguji
Tes esai  memiliki kelebihan sebagai berikut :
a)      Penguji dapat menilai dan meneliti kemampuan siswa bernalar
b)      Bila cara memberi angka ada kriteria jelas maka dapat menghasilkan data objektif
Tes esai memilki kelemahan sebagai berikut:
a)      Jumlah soal sangat terbatas dan kemungkinan siswa berspekulasi dalam belajar
b)      Objektivitas pengerjaan dan pembinaan sukar dilakukan.
            Tes objektivitas memilki kelebihan sebagai berikut:
a)      Penguji dapat membuat soal yang banyak dan meliputi semua pokok bahasan
b)      Pemeriksaan dapat dilakukan secara objektivitas dan cepat
c)      Siswa tak dapat berspekulasi dalam belajar
d)     Siswa yang tak pandai menjelaskan dengan bahasa yang baik tidak terhambat
Tes objektvitas memiliki kelemahan sebagai berikut:
a)      Kemampuan siswa bernalar tidak tertangkap
b)      Penyusunan tes memakan waktu lama
c)      Memakan dana besar
d)     Siswa yang pandai menerka jawaban dapat keuntungan
e)      Pengarsipan soal sukar dan memungkinkan kebocoran
            Tes hasil belajar adalah alat untuk membelajarkan siswa meskipun demikian keseringan penggunaan tes tertentu akan menimbulkan kebiasaan tertentu. Artinya, jenis tes tertentu akan membentuk jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik tertentu.  Sebagai ilustrasi, uji kemampuan afaktif seperti penilaian sikap pada PMP tidak dapat di uji dengan menggunakan tes  objektif atau dengan memilih isian benar atau salah. Pada tempatnya guru mempertimbangkan dengan saksama kebaikan dan kelemahan jenis tes hasil belajar yang digunakan.
            Tes hasil belajar dapat digunakan untuk :
a)      Menilai kemajuan belajar
b)      Mencari masalah-masalah dalam belajar.
            Untuk menilai kemajuan dalam belajar, pada umunya penyusunan tes adalah oleh guru sendiri. Untuk mencari masalah-masalah dalam belajar, sebaiknya penyusun tes adalah tim guru bersama-sama konselor sekolah. Oleh karena itu, pada tempatnya guru professional memilki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana (Winkel, 1991; Biggs & Telfer 1987.)
BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
            Pembelajaran menimbulkan interaksi belajar-mengajar antara guru siswa mendorong perilaku belajar siswa. Siswa merupakan kunci terjadinya perilaku belajar dan ketercapaian sasaran belajar. Dengan demikian, bagi siswa perilaku belajar merupakan proses belajar yang di alami dan dihayati dan sekaligus merupakan aktivitas belajar tentang bahan belajar dan sumber belajar di lingkungannya. Bagi siswa, dalam kegiatan belajar tersebut ada tiga tahap yaitu tahap sebelum belajar, kegiatan selama proses belajar, dan kegiatan sesudah belajar,  pada tahap sesudah belajar di harapkan siswa memilki hasil belajar sebagai sesuatu kemampuan yang lebih baik. Sedangkan bagi guru, perilaku belajar siswa tersebut merupakan hal yang dapat di amati dan dapat dievaluasi . Bagi guru yang bertindak membelajarkan siswa, kegiatan belajar siswa tersebut merupakan akibat tindak pengorganisasian belajar, bahan belajar dan sumber belajar, serta tindakan evaluasi hasil belajar. Interaksi belajar mengajar yang di lakukan oleh siswa sebagai pelajar dengan guru sebagai pembelajaran dapat menimbulkan masalah-masalah belajar. Dari sisi siswa yang bertindak belajar akan menimbulkan masalah-masalah intern belajar. Dari sisi guru, yang yang memusatkan perhatian pada pebelajaran yang belajar maka akan muncul faktor-faktor ekstern yang memungkinkan terjadinya belajar.
            Faktor intern yang di alami dan dihayati oleh siswa meliputi hal-hal seperti
1)    Sikap  terhadap belajar
2)    Motivasi belajar
3)    Konsentrasi belajar
4)    Kemampuan mengelola bahan belajar
5)    Kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar
6)    Kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan
7)    Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar
8)    Rasa percaya diri siswa
9)    Intelegensi dan keberhasilan belajar
10)  Kebiasaan belajar
11)  Cita-cita siswa
Faktor intern ini akan menjadi masalah sejauh siswa tidak  dapat menghasilkan tindak belajar yang menghasilkan hasil belajar  yang lebih baik.
       Faktor-faktor ekstern belajar meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.      Guru sebagai Pembina belajar
b.      Prasarana dan sarana pembelajaran
c.      Kebijakan penilaian
d.     Lingkungan sosial siswa di sekolah
e.      Kurikulum sekolah
            Dari sisi guru sebagai pembelajaran maka peranan guru dalam mengatasi masalah-masala ekstern belajar merupakan prasyarat terlaksananya siswa dapat belajar.
            Guru sebagai pembelajar memilki kewajiban mencari, menemukan, dan diharapkan memecahkan masalah-masalah belajar siswa. Dalam pencarian dan penemuan masala-masalah tersebut guru dapat melakukan langkah-langkah berupa yaitu :
a)      Pengamatan perilaku belajar
b)      Analisi hasil belajar
c)      Melakukan tes hasil belajar
            Dengan langkah-langkah tersebut guru memperoleh peluang menghimpun data siswa berkenaan dengan proses belajar dan hasil belajar. Sebagai guru professional, di harapkan guru memiliki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana agar dapat menemukan masalah-masalah belajar dan memecahkan masalah belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Mudjiono, dkk. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta




0 komentar:

Posting Komentar