IRA BISA

Minggu, 29 Mei 2016

Naskah drama masa depanku pilihanku



NASKAH DRAMA
“Masa Depanku Pilihanku”

Disusun sebagai Pemenuhan Tugas Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia dengan Dosen Pengampu IbuSuhartiningsih


Oleh :
Siti Humaira                         (150210204010)
Nurliana Mawaddah                       (150210204015)
Duwi Ernawati                                (150210204024)
Tika Triyana                                    (150210204030)
N. Lailatul Nadhifatul Uyun          (150210204040)
Rike Septiana Damayanti               (150210204104)
Mega Anugrah                                (150210204112)
Kelas B



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
Tokoh dan Peran:
1.      Duwi Ernawati sebagai Bila
2.      Nurliana Mawaddah sebagai Bibi
3.      Tika Triyana sebagai Ibu
4.      N. Lailatul Nadhifatul Uyun sebagai Nia (kakak Bila)
5.      Siti Humaira sebagai Nenek
6.      Rike Septiana Damayanti sebagai Rika (teman Bila)
7.      Mega Anugrah sebagai Sasa (teman Bila)

“MASA DEPANKU PILIHANKU”
            Bila itulah panggilan seorang anak yang terlahir dari keluarga sederhana. Banyak orang berfikir ia adalah anak yang manja, tapi tidak dengan kenyataanya. Selama ini ia masih bingung dengan siapa jatinya sebenarnya, ia tidak bebas menentukan pilihannya selayaknya anak remaja lainnya, melainkan selalu dalam tuntutan orang tua. Bahkan hobinya sekalipun tidak dapat ditentukan sendiri. orang tuanya  selalu menuntutnya menjadi seperti yang mereka inginkan.
Ibu       : Bila,… kamu dimana nak?
Bila      : aku diteras bu. (mendengarkan musik)
Ibu       : Loh kamu kenapa belum persiapan berangkat ?. Ayo nanti terlambat, hari ini jadwal kursus puisi dan sebentar lagi akan ada lomba puisi. Mandi dulu sana.
Bila      : tidak, kenapa sih ibu selalu memaksaku untuk mendalami puisi. Kenapa ibu tidak pernah bertanya apa keinginanku. Kenapa ibu selalu menuntutku menjadi seperti yang ibu minta?
Ibu       : bicara apa sih nak, ibu melakukan semua ini demi masa depanmu. Ibu ingin kamu menjadi seperti Choiril Anwar yang pandai membuat, membaca puisi dan menjadi orang sukses.
Bila      : tapi aku tidak suka bu. Apa orang sukses harus jadi sastrawan,  tidak kan. Aku ingin mencari jati diriku sendiri dengan menjadi seorang penyanyi bu. Apa itu salah ?.
Ibu       : tidak ibu tidak menyetujuinya. Seorang penyanyi itu tidak memiliki masa depan yang cerah. Mereka hanya membuang-buang waktu dan tenaga. Tapi kalau menjadi seorang sastrawan kamu pasti jadi orang sukses dan dikenal banyak orang.
Bila      : ibu egois, selama ini aku selalu menuruti apa kemauan ibu, tapi ibu tidak pernah menghargai apa keinginanku. (lari meninggalkan ibu)
Ibu       : apa maksudmu? (menunjuk ke arah Bila)
Bibi     : Ada apa ini sebenarnya. Kenapa si Bila menangis dik?
Ibu       : keponakanmu itu tu kak, makin hari makin melawan orang tua saja. Padahal maksud aku baik untuk masa depannya. Dan aku malah dibilang jahat.
Bibi     : Bila itu kan ankmu juga. Menurutku seharusnya kamu itu jangan terlalu mengedepankan obsesimu untuk Bila menjadi soeorang sastrawan, biarlah dia mencari jati dirinya sendiri.
Ibu       : loh kakak ini gimana sih. Bila itu masih anak-anak, masih juga SMP. Kita itu seharusnya mengarahkan dia. Anak salah jangan dibela terus.
Bibi     : tapi bukan begitu caranya mengarahkan anak. Kita itu harus memberikan kebebasan untuk  memilih jati dirinya, bukan malah melarang-larang dan menuntutnya menjadi seperti apa yang kita minta.
Ibu       : ahh kakak ini selalu saja membela anak salah. Buktinya Nia aku arahkan astronomi, sekarang dia jadi orang sukses kan kak.
Bibi     : tapi setiap anak itu beda-beda dik, setiap anak itu tidak sama. Nia mendalami astronomi kan karena terpaksa menjadi ilmuan. Ya jelas saja dia mau, dia itu kan penurut dan penakut.
Ibu       : ahhh terserah kakak saja tapi kalau Bila tetap ingin jadi penyanyi  akutidak akan setuju. Titik.(sambil pergi dengan muka acuh)
Bibi     : haduh ibu sama anak sama-sama susah dikasih tahu ya. (menggelengkan kepala)
Ketika Bila berlari sambil menangis tiba-tiba bertemu dengan  sahabatnya, Rika dan Sasa yang tidak sengaja lewat.
Rika     : Lo Sa bukannya itu Bila?
Sasa     : Bila siapa?
Rika     : ya Bila sahabat kita lah, memangnya siapa lagi. Liat tuh, kenapa  dia  berlari sambil nangis?
Sasa     : Bilaaaaa??? (memanggil Bila)
Rika     : Lho bila kamu kenapa menangis? (memegang pundak Bila)
Bila      : ayo kita pergi saja.
Sasa     : lho, lho kemana?
Bila      : udah yang penting  jalan saja tidak usah banyak tanyak. (memegang tangan Sasa dan Rika)
Rika     : iya-iya..
Tiba-tiba mendadak berhenti
Bila      : Lhoh-lhoh kok berhenti ?
Sasa     : pasti macet lagi. Motor sudah tua masih saja dinaiki.
Rika     : heh heh tua-tua gini banyak sejarahnya lho. Ini motor kan warisan tujuh turunan  dari sebelum aku lahir.
Bila dan Sasa  : ha? Emang tahun berapa tuh.
Rika     : hehe. Ya pikir-pikir sendiri deh
Bila      : haduhh terus gimana nih.
Rika     : hehe. Ya satu-satunya jalan harus didorong. (sambil turun dari sepedanya)
Sasa     : ha?? dorong lagi.
Rika     : hehe. Udah cepetan tidak usah banyak bicara. (tersenyum kea rah Sasa dan Bila)
Sasa dan Bila  : hufttttttt (sambil mendorong)
Sasa     : eh istirahat disini dulu yuk, capek nih.
Bila      : huft capek banget. (memegang lututnya)
Rika     : Hehe Oiya Bil kamu tadi mengapamenangis?
Bila      : biasalah ibuku memaksaku untuk jadi sastrawan lagi. Tiap hari dipaksa untuk kursus puisi.
Sasa     : terus gimana? Kamu mau?
Bila      : ya tidaklah. Mmm. Besok pagi aku ingin kerumah nenek ah, aku ingin tinggal disana sementara.
Rika     : ya baiklah kalau itu keputusanmu. Kita sebagai teman  mendukung saja. Tapi kamu harus pikirkan baik-baik dulu sebelum mengambil keputusan.
Sasa     : iya bener tu Bil.
Bila      : iya pasti, sekarang  kita pulang saja yuk.
Rika dan Sasa : yukk.!!! (berdiri)


Keesokan paginya ketika Bibi Bila membangunkan Bila untuk siap-siap kesekolah.
Bibi     :(sambil mengetuk pintu kamar Bila) bila.. bangun nak, apa kamu tidak sekolah. Bila, buka pintunya nak, Bila.. loh tidak dikunci. Bila.. loh kertas apa ini (membaca surat Bila).
Dik, dik……………
Ibu       : aduh ada apa sih kak, pagi-pagi sudah teriak-teriak. Apa tidak malu sama tetangga.
Bibi     : aduh, lihat ini. Gara-gara kamu Bila jadi pergi dari rumah.
Ibu       : (membaca surat) aduh kak dia itu hanya pergi kerumah neneknya, paling-paling besok atau lusa sudah pulang.
Bibi     : kamu ini gimana sih anak pergi malah dibiarkan.
Ibu       : haduh bikin pusing saja anak ini. Beda sama kakaknya yang penurut.
Bibi     : kau selalu saja membanding-bandingkan Bila dengan Nia. (meletakkan surat di atas meja)
Ibu       : sudahlah, aku melanjutkan masak dulu.
Bibi     : hufttt. Kamu harus datang ke rumah ibu dan membujuk Bila pulang. (menganggat telunjuknya)
Ibu       : aduh iya-iya.( sambil pergi)
            Dirumah nenek….
Bila      : Asslamualaikum nek
Nenek  : waalaikumsalam, loh ada apa datang pagi-pagi ? kenapa dengan matamu Bila ?
Bila      : aku ingin tinggal sementara disini nek, karena ibu selalu memaksaku untuk menjadi   sastrawan.
Nenek  : jadi, ceritanya kamu kabur dari rumah ?
Bila      : iya nek, tidak apa-apa kan ?
Nenek  : sebenarnya, nenek sangat senang kamu tinggal disini. Tapi jika ada masalah dengan ibumu, selesaikan dengan baik-baik cucuku. Sini-sini, mendekatlah. Tatap mata nenek.
Bila      : iya nek.
Nenek  : yang melahirkanmu siapa?
Bila      : ibu.
Nenek  : seorang ibu melahirkan seorang anak itu butuh perjuangan dan pengorbanan. Selama Sembilan bulan ibu mengandungmu dan membesarkanmu, ketika kamu buang air ibumulah yang membersihkan, ketika kamu lapar ibumu yang menyuapimu. Dan sekarang ibumu memintamu untuk menjadi sastrawan, kamu tidak mau ?
Sore harinya, ketika ibu Bila akan pergi ke rumah nenek tiba-tiba…..
Nia      : Assalamualaikum..
Ibu       : waalaikumsallam. Nia kamu sudah pulang nak.
Nia      : (sambil memeluk ibunya). Sudah bu. Aku kangen sekali sama Ibu, Bibi dan Bila.
Ibu       : iya nak. Bagaimana kuliahmu di Jerman. Baik-baik saja kan?
Nia      : pastinya bu. Nanti aku ceritakan kegiatan aku di Jerman. Mmm. Ngomong-ngomong Ibu mau kemana? Dan Bila dimana bu?
Ibu       : Ini lo Nia, ibu mau kerumah nenek kamu menjemput Bila.
Nia      : ada apa bu sama Bila ? tumben dijemput.
Ibu       : biasalah nak. Adikmu yang satu itu susah diatur.
Nia      : aku ikut ya bu kerumah nenek.
Ibu       : lho sebaiknya kamu istirahat saja dirumah nak. Kamu kan baru datang.
Nia      : tidak ah bu, aku juga kangen sama nenek. (meletakkan tas ranselnya)
Ibu       : ya sudah ayo !!!
            Sesampainya mereka dirumah Nenek.
Ibu       : asslamualaikum bu.
Nenek  : Waailaikumsallam.(sambil membuka pintu)
Nia      : nenek….(memeluk nenek)
Nenek  : Nia.. kamu sudah pulang cu.
Nia      : iya nek, aku kangen sama nenek.
Nenek  : nenek juga cu, ayo masuk-masuk!! Bagaimana kabar kamu?
Nia      : Alhamdulillah baik nek. Nenek sendiri ? Baik juga kan? Diabetesnya tidak kambuh-kambuh lagi kan nek?
Nenek  : (sambil tersenyum) kamu ini. Alhamdulillah tidak. Ya hanya biasalah penyakit orang tua Encok.
Nia      : hehe nenek ini. Oiya Bila dmana nek?
Tiba-tiba Bila, Sasa, Rika datang
Bila, Sasa, Rika           : Assalmualaikum.
Nenek  : itu Bila datang.
Nia      : Bila adikku sayang!!! (sambil berlari memeluk Bila)
Bila      : kakak. Kakak sudah pulang.
Nia      : sudah sayang. Kamu baru pulang sekolah ya.
Bila      : iya kak.
Sasa dan Rika : hay kak.. .(senyum menyapa)
Nia      : hay kalian, lama tidak berjumpa ya.(senyum menyapa)
Ibu       : Bila ayo pulang.
Bila      : tidak ah bu. Kalau Bila pulang  hanya karena disuruh jadi apa yang ibu inginkan aku tidak mau.
Ibu       : Bila kamu itu harus nurut apa kata ibu.
Bila      : tidak. aku tidak mau.( sambil berlari pergi)
Sasa dan Rika : Bila tunggu.(mengejar Bila)
            Perbincangan Ibu,nenek dan Nia
Nia      : sebenarnya ada apa sih ini?(memegang kepalanya)
Nenek  : Tika kamu itu jangan memaksakan kehendakmu sama anakmu . Kamu juga harus beri dia kebebasan menentuka pilihannya.
Ibu       : bu, dia itu masih anak-anak. Jadi aku itu ingin ngarahkan Bila agar menjadi orang sukses seperti Nia.
Nia      : oh itu masalahnya. Menurut aku, aku sama Bila itu tidak sama bu. Mungkin aku dulu terlalu nurut kata ibu. Sehingga ibu yang menetukan masa depanku, aku tidak bisa memilih karena aku takut untuk menolak perintah ibu. Tapi aku minta sekarang biarkan Bila memilih sendiri jati dirinya bu. Aku tidak ingin Bila merasa terpaksa seperti apa yang aku rasakan dulu.
Ibu       : tapi ibu tidak salah kan mengarahkan kamu selama ini. Toh sekarang buktinya kamu jadi orang sukses. Semua itu atas dorongan siapa. Ibu kan.
Nenek  : tapi Tika, kamu jangan memaksakan Bila. Nanti dia akan menjadi anak yang memberontak sama orang tua. Biarkan dia milih masa depannya sendiri. Dan seharusnya kamu mendukung apa keinginannya. Lagi pula penyanyi itu kan hal positif.
Ibu       : tapi bu penyanyi itu masa depannya tidak jelas. Sudahlah ibu sama saja seperti kakak selalu membela Bila dengan keinginannya yang tidak jelas itu. Aku pulang saja kalau begitu, nanti kalau uang jajannya habis pasti dia pulang kerumah.
Nia      : Nia juga pulang dulu ya nek.( sambil bersalaman mencium tangan nenek)
Ibu       : bu aku pulang. Asslamualaikum.
Nenek  : Waailaikumsallam. Hati-hati. (mengantar sampai ke depan pintu dan melambaikan tangannya)
            Disebuah taman sasa dan Rika sedang menenangkan Bila.        
Sasa     : sudahlah Bila kamu jangan menangis.
Rika     : iya Bila, lebih baik kamu turuti saja kemauan ibumu. Mungkin itu yang terbaik untukmu.
Bila      : tidak, aku tidak mau. Aku tetap ingin menjadi penyanyi. Aku tidak mau jadi sastrawan.
Sasa     : kita tahu. Tapi apa kamu yakin tanpa restu ibu kamu, kamu akan menjadi seorang penyanyi yang sukses.?
Rika     :tidak. kamu tidak akan menjadi orang sukses tanpa restu dari orang tuamu. Karena kesuksesan seorang anak tidak ada artinya tanpa ridho orang tua Bil.
Rika     : mmm???aku punya ide.(mengangkan telunjuknya)  Kan sebentar lagi di sekolah akan ada acara perpisahan kelas 3 tuh. Berarti  ini kesempatan kamu untuk membuktikan kepada ibumu kalau kamu bisa membuat mereka bangga.
Sasa     : maksudnya?? (menggaruk-garuk kepala)
Rika     : iya. Kamu harus bisa menampilkan nyanyian yang terbaik didepan orang tua kamu. Dan membuktikan bahwa kamu bisa mendapat tepuk tangan terbanyak dari penonton.
Sasa     : benar tuh, setuju. Tenang saja kita pasti bantu kamu. (memegang tangan Bila)
Bila      : mmm. Benar juga kalian. Ini kesempatan aku untuk membuktikan kepada ibuku bahwa aku pasti bisa menjadi penyanyi sukses dan terkenal.
Rika dan Sasa : semangat ! (mengangkat kedua tangan)
            Dua minggu kemudian acara perpisahan kakak kelas 3 itupun dimulai
Pembawa acara           :acara selanjutnya kita tampilkan sebuah lagu yang akan ditampilkan oleh siswa terbaik di sekolah ini, kita sambut Bila, Sasa, dan Rika.
Penonton memberikan tepuk tangan dengan meriah
Nia      : waw keren sekali bu. Ibu harus bangga. Lihat saja penonton semuanya memberi tepuk tangan dengan meriah. Iya tidak nek, bi ?
Bibi     : iya Nia. Bibi bangga sama adik kamu. Iya kan bu?
Nenek  : cucuku sayang,nenek bangga denganmu.
Ibu       : hmmm.iya. Ibu sekarang sadar bahwa apa yang ibuk inginkan belum tentu disukai juga dengan orang lain. Ternyata menjadi seorang penyanyi itu bukan suatu hal yang buruk. Justru sekarang ibu bangga sama Bila. Dia bisa menyadarkan ibu bahwa ambisi ibu untuk menekan dia menjadi seperti yang ibu inginkan itu salah.
Bila      : (memanggil) ibu, nenek, bibi, kak Nia.
Ibu       : Bila..(sambil memeluk Bila) maafkan ibu ya nak selama ini ibu selalu menuntut kamu untuk jadi seperti apa yang ibu inginkan tanpa memikirkan keinginan kamu.
Bila      : iya bu, bila juga minta maaf ya. Jika selama ini Bila sering membantah kata-kata ibu.
Ibu       : ibu bangga sama kamu Bila. Dan ibu juga bangga sama kamu Nia.(menagis dan terharu).
Nenek : nenek  bangga punya cucu seperti kalian.
Bibi     : keponakanku semuanya berbakat ya. (mengacungkan jempol)
Sasa dan Rika : ye…..!!! berpelukan.
Akhirnya mereka menjadi keluarga yang saling menghargai satu sama lain, dan hidup bahagia.
Pesan moral dari drama kami adalah jangan memikirkan keinginan diri sendiri, tetapi pikirkanlah keinginan orang lain pula. Hargai dan hormati orang lain, berfikirlah sebelum menentukan suatu keputusan.

1 komentar: